Buku Mahasantri - Rumaysho
Rp 108.000
Hemat Rp 27.000
Detail Produk | |
Judul | Mahasantri |
Penulis | M. Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. dan dr. M.Saifudin Hakim, M.Sc. |
Penerbit | Rumaysho |
Sampul | Hard cover |
Dimensi | 15 x 21,5 cm |
Tebal | 256 halaman |
Berat | 500 gram |
“Ada dua orang yang begitu rakus dan tidak pernah merasa kenyang: penuntut ilmu (agama) dan pencari dunia.” (HR. al-Hakim)
Tentu, perbedaannya seperti malam dan siang. Sangat jelas dan sungguh berbeda. Buku ini diberi sambutan oleh Ir. Noor Akhmad Setiawan, Ph.D. dan Ustadz Fauzan bin Abdillah, ST., lC., MA.. Maka menjadilah buku ini laksana bintang yang penuh gemerlap di angkasa.
Mengenal Tiga Jenis Mahasiswa
Mahasiswa terbagi menjadi beberapa kategori,
- Mahasiswa yang lupa dengan amanah yang dipikulnya, sehingga lalai dari belajar ilmu di bidang yang dia pilih dan juga lalai dengan ilmu agama yang wajib dipelajari.
- Mahasiswa yang melaksanakan sebagian tanggung jawabnya dengan belajar ilmu yang dia pilih tetapi ia lalai dengan ilmu agama yang wajib dipelajari. Padahal mempelajari ilmu agama tersebut sebenarnya adalah tanggung jawab dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Mahasiswa yang melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh, yaitu dengan belajar ilmu agama yang wajib dan bidang ilmu yang dia telah pilih saat menjadi mahasiswa. Mahasiswa kategori ketiga inilah yang paling ideal dan diharapkan jumlahnya semakin banyak untuk membangun umat ini dari sisi agama dan dunianya.
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah pernah melantunkan bait-bait syair, beliau berkata, “Wahai saudaraku, ilmu tidak akan digapai kecuali dengan menempuh enam hal, aku akan paparkan padamu penjelasannya; Cerdas (dzaka’un), harus semangat (hirshun), harus sungguh-sungguh (ijtihadun), butuh modal (bulghatun), belajar dari guru (shuhhatu ustadzin), butuh belajar lama (thulu zamanin).” Bagaimanakah penjelasannya? Simak paparan menarik tentangnya pada hal.197-202.
Fenomena yang Kadang Benar Juga…
Banyak kita jumpai fenomena terputusnya seseorang dari jalan ilmu setelah menikah. Sehingga dia tidak lagi memiliki waktu untuk mendatangi majelis-majelis ilmu syar’i setelah menikah. Majelis ilmu seolah-olah hanya diisi oleh mereka yang masih muda, yang belum berkeluarga, atau belum menikah. Sebagian mungkin disibukkan untuk mencari rezeki siang dan malam demi menghidupi keluarganya. Sebagian yang lain mungkin sangat sibuk dengan istri dan anak-anak mereka. Sehingga tidak tersisa sedikitpun dari waktunya untuk mendatangi majelis ilmu. Lantas adakah solusi bagi mereka?!
Selamat membaca, selamat belajar!
_____
@pustakasalafiyah
Diperbarui 31 Juli 2023